POLEMIK PENGHAPUSAN MATA
PELAJARAN BAHASA INGGRIS PADA TINGKAT DASAR.
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Bahasa Inggris merupakan
bahasa yang dipakai secara internasional dan merupakan bahasa resmi dibeberapa
organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Komite
Olimpiade Internasional, serta bahasa resmi di berbagai negara, seperti di
Afrika Selatan, Belize, Filipina, Hong Kong, Irlandia, Kanada, Nigeria,
Singapura, dan lainnya. Bahasa Inggris juga merupakan bahasa kedua pertama yang
dipelajari setelah bahasa ibu ( Bahasa Indonesia dan Bahas Daerah).
Melihat kedudukan sebagai
bahasa resmi internasional, sudah seperti menjadi keharusan bagi kita untuk
mempelajari dan memahami bahasa inggris secara baik bila tidak ingin tertinggal
dari yang lain, terutama negara lain. Dengan mempelajari dan memahami bahasa
inggris dengan baik, akan memudahkan kita untuk berinteraksi dengan orang
asing, baik saat kita berkunjung ke negara lain maupun saat kita kedatangan
turis mancanegara. Untuk memehamai bahasa inggris sebaiknya dilakukan secara
pembiasaan sejak dini.
Pemberian pelajaran bahasa
inggris sejak dini menjadi sangat penting karena dengan melakukan pembiasaan
untuk berbicara bahasa inggris sejak dini, anak anak akan terlatih dalam
conversation bahasa inggris tanpa mengabaikan bahasa ibu ( bahasa indonesia dan
bahasa daerah). Di Indonesia, pemberian mapel bahasa inggris sudah dilakukan
dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai Sekolah menengah Atas, tentunya dengan
bobot pelajaran yang berbeda.
Akan tetapi beberapa waktu
yang lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (Kemendikbud)
mengeluarkan pernyataan untuk menghapus pelajaran bahasa inggris dari Sekolah
Dasar mulai tahun 2013 / 2014. Pernyataan ini menimbulkan berbagai komentar
dari berbagai kalangan, salah satunya dari para orang tua siswa, menurut
mereka, mereaka menyesalkan jika penghapusan Bahasa Inggris benar benar terjadi
karena para orangtua menganggap bahasa asing semakin mudah diajarkan pada
anak-anak jika dilakukan sejak dini.
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia ( Kemendikbud ) berencana menghapus pelajaran Bahasa
Inggris di sekolah dasar karena mempunyai beberapa pertimbangan. Pertama,
karena Bahasa inggris dianggap terlalu membebani siswa. Wakil Menteri bidang
Pendidikan, Musliar Kasim mengatakan selama ini siswa dijenjang pendidikan
dasar memperoleh 12 mapel. Rangkaian mapel tersebut dinilai tim perumus
kurikulum baru memberatkan siswa sehingga tidak mendukung aktivitas belajar
siswa secara efektif. Selain itu penghapusan mata pelajaran Bahasa
Inggris di tingkat dasar bertujuan untuk memberi waktu kepada siswa
sekolah dasar untuk memperkuat kemampuan Bahasa Indonesia sebelum
mempelajari bahasa asing, karena menurut Kunjana –pakar sosio-linguistik Universitas Gajah Mada- “Penguasaan bahasa ibu yang bagus akan membantu ketika
anak belajar bahasa kedua dan ketiga.” Kemudian masih menurut Kunjana, bahwa sebelum
mempelajari bahasa asing kita harus mempelajari bahasa ibu disbebakan untuk
mengindari kekacauan kita dalam memahami bahasa ibu, baik Bahasa Indonesia
maupun Bahasa Daerah.
B.
ANALISIS MASALAH
Berdasarkan masalah yang
telah dipaparkan dalam bagain latar belakang, saya mencoba untuk menganalisis
isu penghapusan mata pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar tersebut.
Sebelumnya alangkah lebih baik pemerintah untuk memikirkan lebih matang lagi
mengenai penghapusan Bahasa Inggris tersebut. Perlu dipertimbangkan pula efek
untung dan ruginya. Jangan hanya mengedepankan pertimbangan emosional yang
bersifat reaksioner tanpa menghiraukan manfaatnya yang bisa jadi lebih besar.
Alasan alasan yang rasional, ilmiah dan terukur sangat perlu sebagai dasar bagi
keputusan yang dibuat sehingga bongkar pasang kurikulum tidak terjadi tiap kali
menteri berganti.
Didalam mempelajari Bahasa
Inggris diperlukan kemampuan untuk menyimak, membaca, menulis, dan berbicara.
Disini terlihat bahwa pembelajaran Bahasa Inggris untuk siswa SD memerlukan
keempat alat indera serta keaktifan kognitifnya.
Dari sisi psikologis, siswa
SD yang berusia 7 –
12 tahun berada pada masa kanak kanak tengah atau middle childhood. Fase ini
menjadi masa emas untuk belajar bahasa selain bahasa ibu (bahasa pertama).
Kondisi otaknya masih plastis dan lentur sehingga penyerapan bahasa lebih muda.
Menurut Piaget, anak anak pada usia 7 – 12 tahun masuk kedalam tahap operatinal concrete,
dimana anak anak sudah dapat berfikir secara logis mengenai objek yang berbeda,
namun masih terbatas pada hala hal yang konkrit. Area pada otak yang mengatur
kemampuan berbahasa terlihat mengalami perkembangan paling pesat ketika anak
berusia 7 –
12 tahun, yang biasa disebut sebagai critical periods. Menurut David
Singleton (1995) menyatakan bahwa dalam mempelajari bahasa kedua, "lebih
mudah = lebih baik dalam jangka panjang” maksud dari pendapat tersebut adalah pembelajaran
bahasa kedua contoh Bahasa Inggris, pembelajar awal akan lebih mudah memahami
dibanding pembelajar `telat` karena anak anak masih berada dalam periode
kritis, sehingga lebih mudah dalam menerima sesuatu. kemampuan dalam proses
kognitif, kreativitas, dan divergent thinking berada pada kondisi optimal
sehingga secara biologis menjadi waktu yang tepat untuk mempelajari bahasa
asing. Hal ini berdasarkan hasil riset teknologi brain imaging di University of
California, Los Angeles. Divergent thinking sendiri merupakan sebuah teori yang
dikemukakanoleh Piaget dimana anak anak pada fase middle childhood cara
berfikirnya sudah menyebar, dalam artian anak anak sudah tidak hanya berfokus
pada satu hal, dan bisa melihat sesuatu dari berbagai sisi sekaligus.
Hal lain yang dimungkinkan
mengapa Kemendikbud akan menghapus mata pelajaran Bahasa Inggris karena masalah
tanggung jawab sosial. Fakta selama ini, anak anak cenderung lebih tertarik
untuk belajar Bahasa Inggris dibanding Bahasa Indonesia sehingga penguasaan
Bahasa Inggris lebih baik dari penguasaan Bahasa Indonesia. Namun perlu kita
amati pula apakah yang menyebabkan Bahasa Inggris lebih menarik dibanding
Bahasa Indonesia. Dari pengamatan yang saya lakukan, bahwa memang metode
pembelajaran Bahasa Inggris untuk anak anak disajikan sangat menarik, penuh
gambar, penuh warna yang membuat siswa lebih mudah memahami dan tidak
menjadikan kejenuhan dalam proses pembelajaran, bandingkan saja dengan metode
pembelajaran Bahasa Indonesia yang monoton, tidak ada perbedaan untuk
pengajaran di tingkat dasar dengan tingkat atas. Hal itulah yang menyebabkan
minat siswa untuk mempelajari Bahasa Indonesia lebih rendah dibanding
mempelajari Bahasa Inggris.
C.
SOLUSI
Melihat analisis yang telah
dipaparkan, sebenarnya bukan menjadi masalah jika Bahasa Inggris tetap diadakan
untuk tingkat sekolah Dasar. Sebenarnya yang menjadi masalah bukan pada mampu
tidaknya anak Sekolah Dasar mempelajari Bahasa Inggris sekaligus Bahasa
Indonesia dalam satu waktu, karena sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang
muenguatkan bahwa mempelajari bahasa lebih dari satu dalam satu waktu akan
mengacaukan sistem kebiasaan yang lain dalam kognitif anak. Dalam tahap perkembangan
Industri vs Inferiority, Erikson meyebutkan bahwa Tidak ada masalah lain yang
lebih antusias dari pada akhir periode masa awal anak-anak yang penuh
imajinasi. Ketika anak-anak memasuki tahun sekolah dasar, mereka mengarahkan
energi mereka pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Yang
berbahaya pada tahap ini adalah perasaan tidak kompeten dan tidak produktif. Di
tahap inilah anak anak mulai mengembangkan bakatnya, seperti mengikuti les dan
sebagainya. Untuk itu lah ,tidak masalah jika pelajaran Bahasa Inggris tetap
dimasukan didalam kurikulum tingkat dasar demi mendukung pengembangan bakat
anak, karena seperti yang telah disebutkan diatas bahwa yang berbahaya adalah
perasaan tidak kompeten dan tidak produktif jika pengembangan bakatnya tidak
didukung oleh semua pihak.
Untuk masalah tanggung jawab
sosial Penyelesaiannya bukan dengan menghilangkan bahasa yang lebih menarik
minat, melainkan perbaiki dan bikin menarik pelajaran bahasa yang kurang
mendapat perhatian dan minat itu. Sebab, penguasaan bahasa Indonesia merupakan
tanggung jawab sosial anak sebagai bahasa nasional. Di sisi lain, bahasa
Inggris juga penting sebagai bekal generasi kita dalam menghadapi era
globalisasi.
Salah satu cara supaya siswa
lebih cenderung mempelajari bahasa Indonesia adalah pembenahan komprehensif,
baik isi maupun metode pembelajarannya. Metode yang dipakai harus variatif dan
kreatif sebagaimana dalam pengajaran bahasa Inggris. Bandingkanlah metode yang
biasa dipakai dalam pembelajaran bahasa Indonesia dan Inggris. Tentu kita akan
mengatakan bahwa bahasa Inggris lebih variatif dan kreatif dalam metode ataupun
alat belajarnya. Guru-guru yang mendampingi juga merasa senang dengan banyaknya
pilihan metode pembelajaran. Akhirnya, anak-anak SD lebih senang dan menikmati.
Semoga pendapat yang singkat
ini bisa menjadi bahan pertimbangan bagi Kemendikbud untuk melakukan
penghapusan mata pelajaran Bahasa Inggris. Semoga keputusan yang diambil
bukanlah keputusan yang merugikan bagi generasi penerus.
Sumber:
http://baniprayogi.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar