TULISAN
GCG
Penerapan Good Corporate Governance Pada
Perbankan
Bank wajib
melaksanakan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usahanya pada
seluruh tingkatan atau jenjang organisasi termasuk pada saat penyusunan visi,
misi, rencana strategis, pelaksanaan kebijakan dan langkah-langkah pengawasan
internal. Cakupan penerapan prinsip-prinsip GCG dimaksud paling
kurang harus diwujudkan dalam:
1. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
Dewan Komisaris dan Direksi;
2. kelengkapan dan pelaksanaan tugas
komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern
bank;
3. penerapan fungsi kepatuhan, auditor
internal dan auditor eksternal;
4. penerapan manajemen risiko, termasuk
sistem pengendalian intern;
5. penyediaan dana kepada pihak terkait
dan penyediaan dana besar;
6. rencana strategis Bank;
7. transparansi kondisi keuangan dan
non keuangan Bank.
Mengingat
tujuan pelaksanaan GCG adalah untuk memberikan nilai perusahaan yang maksimal
bagi para Stakeholder maka prinsip-prinsip GCG tersebut harus juga
diwujudkan dalam hubungan Bank dengan para Stakeholder. Secara
singkat cakupan penerapan GCG tersebut diuraikan sebagai berikut :
A.
Struktur Organisasi Good Corporate Governance
Struktur
Organisasi GCG secara garis besar adalah terdiri dari :
1. Rapat Umum Pemegang Saham
2. Dewan Komisaris
3. Direksi
4. Komite-Komite dibawah Dewan
Komisaris
5. Satuan Kerja Kepatuhan
6. Satuan Kerja Audit Intern
7. Audit Ekstern
8. Satuan Kerja Manajemen Risiko
9. Stakeholders
Berdasarkan
hal tersebut, secara umum struktur organisasi GCG pada bank dapat digambarkan
dalam struktur sebagai berikut:
A.1.RUPS
(Rapat Umum Pemegang Saham)
Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) adalah organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Bank
dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris
dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas dan
Anggaran Dasar Bank yang berlaku. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan
forum dimana Direksi dan Komisaris melaporkan dan bertanggungjawab atas kinerja
mereka terhadap Pemegang Saham.
A.2. Dewan
Komisaris
Jumlah
anggota dewan Komisaris paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi.
Paling kurang 1 (satu) orang anggota dewan Komisaris wajib berdomisili di
Indonesia.
Dewan
Komisaris terdiri dari Komisaris dan Komisaris Independen dan paling kurang 50%
(lima puluh perseratus) dari jumlah anggota dewan Komisaris adalah Komisaris
Independen.
A.3.Direksi
Direksi
dipimpin oleh Direktur Utama dan wajib berasal dari pihak yang independen
terhadap pemegang saham pengendali. Penilaian independensi didasarkan pada
keterkaitan yang bersangkutan pada kepengurusan, kepemilikan dan/atau hubungan
keuangan, serta hubungan keluarga dengan pemegang saham pengendali.
Setiap
usulan penggantian dan/atau pengangkatan anggota Direksi oleh Dewan Komisaris
kepada Rapat Umum Pemegang Saham, harus memperhatikan rekomendasi Komite
Remunerasi dan Nominasi.
Mayoritas
anggota Direksi paling kurang memiliki pengalaman 5 (lima) tahun di bidang
operasional sebagai Pejabat Eksekutif bank (tidak termasuk Bank Perkreditan
Rakyat).
Setiap
anggota Direksi harus memenuhi persyaratan telah lulus Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan (Fit and Proper Test) sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tentang
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
B. KOMITE –
KOMITE
Dalam rangka
mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris
dibantu oleh sekurang-kurangnya :
a. Komite
Audit;
b. Komite
Pemantau Risiko;
c. Komite
Remunerasi dan Nominasi.
Komite
tersebut wajib menyusun pedoman dan tata tertib kerja komite.
C. FUNGSI
KEPATUHAN
Bank wajib
memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan Bank Indonesia dan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.
Dalam rangka
memastikan kepatuhan, Bank wajib menunjuk seorang Direktur Kepatuhan dengan
berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) dan
Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum.
C.1.Satuan
Kerja Kepatuhan
Dalam rangka
membantu pelaksanaan fungsi Direktur Kepatuhan secara efektif, Bank membentuk
satuan kerja kepatuhan (compliance unit) yang independen terhadap satuan kerja
operasional.
Dalam
melaksanakan tugasnya tersebut Direktur Kepatuhan wajib mencegah direksi Bank
agar tidak menempuh kebijakan dan/atau menetapkan keputusan yang menyimpang
dari peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang
berlaku.
Direktur
Kepatuhan wajib melaporkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya secara berkala
kepada Direktur Utama dengan tembusan kepada Dewan Komisaris.
C.2 Fungsi
Audit Intern
Dalam rangka
pelaksanaan fungsi audit intern secara efektif, Bank wajib membentuk Satuan
Kerja Audit Intern yang independen terhadap satuan kerja operasional. Dalam
melaksanakan tugasnya SKAI menyampaikan laporan kepada Direktur Utama dan Dewan
Komisaris dengan tembusan kepada Direktur Kepatuhan. Pemimpin SKAI diangkat dan
diberhentikan oleh Direktur Utama Bank dengan persetujuan Dewan Komisaris.
C.3. Fungsi
Audit Ekstern
1. Bank wajib menunjuk Akuntan Publik
dan Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia dalam pelaksanaan
audit laporan keuangan Bank.
2. Penunjukan Akuntan Publik dan Kantor
Akuntan Publik wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham berdasarkan calon yang diajukan oleh dewan Komisaris sesuai rekomendasi
Komite Audit.
3. Audit dan penunjukan Akuntan Publik
dan Kantor Akuntan Publik wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
D. PENERAPAN
MANAJEMEN RISIKO
Bank wajib
menerapkan manajemen risiko secara efektif, yang disesuaikan dengan tujuan,
kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta Bank dengan berpedoman
pada persyaratan dan tata cara sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan Bank
Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
D.1. Satuan
Kerja Manajemen Risiko & Komite Manajemen Risiko
Dalam kaitan
dengan pengembangan struktur organisasi yang ada, Bank wajib membentuk Komite
Manajemen Risiko (Risk Management Committee) dan Satuan Kerja Manajemen Risiko
(Risk Management Unit).
D.2.Pengendalian
Intern
Pengendalian
intern merupakan suatu mekanisme pengawasan yang ditetapkan oleh manajemen Bank
secara berkesinambungan (on going basis), guna:
1. menjaga dan mengamankan harta
kekayaan Bank;
2. menjamin tersedianya laporan yang
lebih akurat;
3. meningkatkan kepatuhan terhadap
ketentuan yang berlaku;
4. mengurangi dampak keuangan/kerugian,
penyimpangan termasuk kecurangan/fraud, dan pelanggaran aspek kehati-hatian;
5. meningkatkan efektivitas organisasi
dan meningkatkan efisiensi biaya.
E.
PENYEDIAAN DANA KEPADA PIHAK TERKAIT DAN PENYEDIAAN DANA BESAR
Dalam rangka
menghindari kegagalan usaha Bank sebagai akibat konsentrasi penyediaan
dana dan meningkatkan independensi pengurus Bank terhadap potensi intervensi
dari pihak terkait, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
penyediaan dana antara lain dengan menerapkan penyebaran/diversifikasi
portofolio penyediaan dana yang diberikan.
Pelaksanaan
penyediaan dana kepada pihak terkait dan/atau penyediaan dana besar (large
exposures) wajib berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
Dalam rangka
penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko Bank wajib memiliki
pedoman kebijakan dan prosedur tertulis tentang Penyediaan Dana kepada Pihak
Terkait dan atau Penyediaan Dana besar (large exposures).
E.1.
Penyediaan Dana Kepada Pihak Terkait
Bank
dilarang memberikan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait yang bertentangan
dengan prosedur umum Penyediaan Dana yang berlaku.
Bank
dilarang memberikan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait tanpa persetujuan
Dewan Komisaris Bank.
Bank wajib
menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan mengenai:
transaksi antara Bank dengan Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa;
pemberian penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat
dipersamakan dengan itu dari setiap perusahaan yang berada dalam satu kelompok
usaha dengan Bank kepada debitur yang telah memperoleh penyediaan dana dari
Bank.
Laporan
tersebut wajib disampaikan sesuai dengan jadwal dan batas waktu
penyampaian Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan.
E.2.
Penyediaan Dana Besar
Bank
dilarang membuat suatu perikatan atau perjanjian atau menetapkan persyaratan
yang mewajibkan Bank untuk memberikan Penyediaan Dana yang akan mengakibatkan
terjadinya Pelanggaran BMPK; dan memberikan Penyediaan Dana yang mengakibatkan
Pelanggaran BMPK.
Penyediaan
Dana ini mencakup bentuk perikatan atau perjanjian atau persyaratan yang
ditetapkan untuk yang tercatat di neraca maupun rekening administratif.
F.
RENCANA STRATEGIS BANK
1. Bank wajib menyusun rencana
strategis dalam bentuk rencana korporasi (corporate plan) / rencana jangka
panjang dan rencana bisnis (business plan) / rencana jangka pendek.
2. Penyampaian rencana korporasi
(corporate plan) dan perubahannya kepada Bank Indonesia berpedoman pada
ketentuan Bank Indonesia tentang Bank Umum.
3. Penyusunan dan penyampaian rencana
bisnis (business plan) berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Rencana
Bisnis Bank Umum.
4. Rencana korporasi /rencana jangka
panjang Bank merupakan cerminan dari visi Bank .
G.
ASPEK TRANSPARANSI KONDISI BANK
Dalam rangka
pelaksanaan transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan, Bank wajib menyusun
dan menyajikan laporan dengan tata cara, jenis dan cakupan sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
Selain hal
tersebut, bank wajib melaksanakan transparansi informasi mengenai produk dan
penggunaan data nasabah Bank dengan berpedoman pada persyaratan dan tata cara
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Transparansi
Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
Namun
demikian, dalam aktivitas transparansi dan pengungkapan (disclosure) kondisi
Bank harus tetap memperhatikan dan mematuhi ketentuan tentang rahasia bank.
G.1.
Transparansi Kondisi Keuangan dan Non-keuangan
Dalam rangka
peningkatan transparansi kondisi keuangan, Bank wajib menyusun dan menyajikan
laporan keuangan dengan bentuk dan cakupan sebagaimana ditetapkan dalam
Peraturan Bank Indonesia ini.
G.2.
Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah
Bank wajib
menerapkan transparansi informasi mengenai Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi
Nasabah. Informasi mengenai karakteristik Produk Bank tersebut
sekurang-kurangnya meliputi:
Nama Produk Bank;
Jenis Produk Bank;
Manfaat dan risiko yang melekat pada Produk Bank;
Persyaratan dan tata cara penggunaan Produk Bank;
Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank;
Perhitungan bunga atau bagi hasil dan margin keuntungan;
Jangka waktu berlakunya Produk Bank; dan
Penerbit (issuer/originator) Produk Bank;
Penggunaan
Data Pribadi Nasabah
Bank wajib
meminta persetujuan tertulis dari Nasabah dalam hal Bank akan memberikan dan
atau menyebarluaskan Data Pribadi Nasabah kepada Pihak Lain untuk tujuan
komersial, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan lain yang
berlaku.
Dalam
permintaan persetujuan tersebut Bank wajib terlebih dahulu menjelaskan tujuan
dan konsekuensi dari pemberian dan atau penyebarluasan Data Pribadi Nasabah
kepada Pihak Lain.
H.
HUBUNGAN DENGAN STAKEHOLDERS
Bank
memiliki sensitivitas untuk melakukan hubungan secara positif
dengan financialmaupun non-financial stakeholders, termasuk dengan
pegawai Perseroan, masyarakat setempat, kepentingan lingkungan hidup, regulator
(Bank Indonesia, Bapepam, BEJ dan BES) dan pemerintah.
Pengaruh
dari external stakeholders tidak boleh mengacaukan kegiatan operasi
yang sudah direncanakan oleh Perseroan, sehingga diperlukan adanya penelitian
yang cermat atas pengaruh positif dan negatif dari external
stakeholders tersebut.
Komentar :
Penerapan
GCG pada Perbankan ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja Bank dengan
menerapkan GCG dalam segala kegiatan Bank sejalan dengan visi, misi, dan
rencana strategi usaha yang telah ditetapkan Bank.
Penilaian
Mandiri atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan (GCG) pada BUMN
Penerapan
tata kelola yang baik (GCG) pada BUMN harus berpedoman pada Permen BUMN No
Per-01/MBU/2011 tanggal 01 Agustus 2011 dengan tetap memperhatikan ketentuan
dan norma yang berlaku, serta anggaran dasar BUMN. Pedoman GCG harus memuat:
- Manual
Direksi dan Dewan Komisaris
- Manual
Manajemen Risiko
- Sistem
Pengendalian Intern
- Sistem
Pengawasan Intern
- Mekanisme
Pelaporan atas Dugaan Penyimpangan
- Tata
Kelola Teknologi Informasi
- Pedoman
Perilaku Etika
Menurut
Pasal 44 (1) Permen BUMN 01/2011, BUMN wajib melakukan pengukuran atas kualitas
penerapan GCG yang dilaksanakan berkala setiap 2 (dua) tahun dalam 2 bentuk
yaitu 1) penilaian (assessment) atas pelaksanaan GCG dan 2)
evaluasi (review) atas tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan dari
hasil penilaian sebelumnya. Pada prinsipnya yang melakukan evaluasi adalah BUMN
itu sendiri (penilaian mandiri), sedangkan pelaksanaan penilaian dilakukan oleh
penilai independen yang kompeten dan harus ditunjuk oleh Dewan Komisaris.
Dasar
hukum penilaian mandiri atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan (GCG) pada BUMN
adalah:
- Peraturan
Menteri Negara BUMN No Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan yang Baik (GCG) pada BUMN Pasal 44 (1b), (5), (6), (7), dan (9)
- Keputusan
Sekretaris Kementerian BUMN No SK-16/S.MBU/2012 tentang Indikator/
Parameter Penilaian dan Evaluasi atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan
yang Baik (GCG) pada BUMN
Aktivitas
dan tujuan penilaian/evaluasi penerapan GCG:
- Pengukuran
kualitas penerapan GCG di BUMN dalam rangka pemberian skor atas
penerapan GCG dan pemberian kategori kualitas penerapan GCG
- Identifikasi
kekuatan dan kelemahan, serta penyusunan rekomendasi perbaikan penerapan
GCG di BUMN dalam rangka mengurangi kesenjangan pada kriteria GCG
- Pemantauan
konsistensi penerapan GCG di BUMN dalam rangka penyempurnaan dan
pengembangan kebijakan tata kelola di lingkungan BUMN
Indikator/parameter
penilaian dan evaluasi atas penerapan GCG pada BUMN dikelompokkan dalam 6
(enam) faktor yaitu:
- Komitmen
terhadap penerapan GCG yang berkelanjutan (7%)
- Pemegang
saham dan RUPS (9%)
- Dewan
Komisaris (35%)
- Direksi
(35%)
- Pengungkapan
dan keterbukaan informasi (9%)
- Faktor
lainnya (5%)
Berdasarkan
penilaian atas penerapan GCG, berikut ini adalah kategori kualitas penerapan
GCG di BUMN:
- Sangat
Baik > 85
- Baik
75-85
- Cukup
Baik 60-75
- Kurang
Baik 50-60
- Tidak
Baik
>=50
Sumber :
·
http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=713:penerapan-good-corporate-governance-di-bank&catid=68:good-corporate-governance&Itemid=101
·
http://baddaysp.blogspot.com/2013/11/penerapan-gcg-good-corporate-governance.html
·
http://dianechristina.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar