Rabu, 10 Desember 2014

Tulisan Etika Profesi: GCG (Good Corporate Governance)

TULISAN GCG
Penerapan Good Corporate Governance Pada Perbankan

Bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi termasuk pada saat penyusunan visi, misi, rencana strategis, pelaksanaan kebijakan dan langkah-langkah pengawasan internal. Cakupan penerapan prinsip-prinsip GCG dimaksud paling kurang harus diwujudkan dalam:
1.     pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi;
2.    kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern bank;
3.    penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal;
4.    penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern;
5.    penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar;
6.    rencana strategis Bank;
7.    transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank.
Mengingat tujuan pelaksanaan GCG adalah untuk memberikan nilai perusahaan yang maksimal bagi para Stakeholder maka prinsip-prinsip GCG tersebut harus juga diwujudkan dalam hubungan Bank dengan para Stakeholder.  Secara singkat cakupan penerapan GCG tersebut diuraikan sebagai berikut :
A.  Struktur Organisasi Good Corporate Governance
Struktur Organisasi GCG secara garis besar adalah terdiri dari :
1.    Rapat Umum Pemegang Saham
2.    Dewan Komisaris
3.    Direksi
4.    Komite-Komite dibawah Dewan Komisaris
5.    Satuan Kerja Kepatuhan
6.    Satuan Kerja Audit Intern
7.    Audit Ekstern
8.    Satuan Kerja Manajemen Risiko
9.    Stakeholders
Berdasarkan hal tersebut, secara umum struktur organisasi GCG pada bank dapat digambarkan dalam struktur sebagai berikut:

A.1.RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Bank dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar Bank yang berlaku. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan forum dimana Direksi dan Komisaris melaporkan dan bertanggungjawab atas kinerja mereka terhadap Pemegang Saham.
A.2. Dewan Komisaris
Jumlah anggota dewan Komisaris paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi. Paling kurang 1 (satu) orang anggota dewan Komisaris wajib berdomisili di Indonesia.
Dewan Komisaris terdiri dari Komisaris dan Komisaris Independen dan paling kurang 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah anggota dewan Komisaris adalah Komisaris Independen.
A.3.Direksi
Direksi dipimpin oleh Direktur Utama dan wajib berasal dari pihak yang independen terhadap pemegang saham pengendali. Penilaian independensi didasarkan pada keterkaitan yang bersangkutan pada kepengurusan, kepemilikan dan/atau hubungan keuangan, serta hubungan keluarga dengan pemegang saham pengendali.
Setiap usulan penggantian dan/atau pengangkatan anggota Direksi oleh Dewan Komisaris kepada Rapat Umum Pemegang Saham, harus memperhatikan rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi.
Mayoritas anggota Direksi paling kurang memiliki pengalaman 5 (lima) tahun di bidang operasional sebagai Pejabat Eksekutif bank (tidak termasuk Bank Perkreditan Rakyat).
Setiap anggota Direksi harus memenuhi persyaratan telah lulus Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
B. KOMITE – KOMITE
Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris dibantu oleh sekurang-kurangnya :
a. Komite Audit;
b. Komite Pemantau Risiko;
c. Komite Remunerasi dan Nominasi.
Komite tersebut wajib menyusun pedoman dan tata tertib kerja komite.

C. FUNGSI KEPATUHAN
Bank wajib memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.
Dalam rangka memastikan kepatuhan, Bank wajib menunjuk seorang Direktur Kepatuhan dengan berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum.
C.1.Satuan Kerja Kepatuhan
Dalam rangka membantu pelaksanaan fungsi Direktur Kepatuhan secara efektif, Bank membentuk satuan kerja kepatuhan (compliance unit) yang independen terhadap satuan kerja operasional.
Dalam melaksanakan tugasnya tersebut Direktur Kepatuhan wajib mencegah direksi Bank agar tidak menempuh kebijakan dan/atau menetapkan keputusan yang menyimpang dari peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Direktur Kepatuhan wajib melaporkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya secara berkala kepada Direktur Utama dengan tembusan kepada Dewan Komisaris.
C.2 Fungsi Audit Intern
Dalam rangka pelaksanaan fungsi audit intern secara efektif, Bank wajib membentuk Satuan Kerja Audit Intern yang independen terhadap satuan kerja operasional. Dalam melaksanakan tugasnya SKAI menyampaikan laporan kepada Direktur Utama dan Dewan Komisaris dengan tembusan kepada Direktur Kepatuhan. Pemimpin SKAI diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama Bank dengan persetujuan Dewan Komisaris.
C.3. Fungsi Audit Ekstern
1.    Bank wajib menunjuk Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia dalam pelaksanaan audit laporan keuangan Bank.
2.    Penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan calon yang diajukan oleh dewan Komisaris sesuai rekomendasi Komite Audit.
3.    Audit dan penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
D. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif, yang disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta Bank dengan berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
D.1. Satuan Kerja Manajemen Risiko & Komite Manajemen Risiko
Dalam kaitan dengan pengembangan struktur organisasi yang ada, Bank wajib membentuk Komite Manajemen Risiko (Risk Management Committee) dan Satuan Kerja Manajemen Risiko (Risk Management Unit).
D.2.Pengendalian Intern
Pengendalian intern merupakan suatu mekanisme pengawasan yang ditetapkan oleh manajemen Bank secara berkesinambungan (on going basis), guna:
1.    menjaga dan mengamankan harta kekayaan Bank;
2.    menjamin tersedianya laporan yang lebih akurat;
3.    meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku;
4.    mengurangi dampak keuangan/kerugian, penyimpangan termasuk kecurangan/fraud, dan pelanggaran aspek kehati-hatian;
5.    meningkatkan efektivitas organisasi dan meningkatkan efisiensi biaya.

E.  PENYEDIAAN DANA KEPADA PIHAK TERKAIT DAN PENYEDIAAN DANA BESAR
Dalam rangka menghindari kegagalan usaha Bank sebagai akibat konsentrasi  penyediaan dana dan meningkatkan independensi pengurus Bank terhadap potensi intervensi dari pihak terkait, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyediaan dana antara lain dengan menerapkan penyebaran/diversifikasi portofolio penyediaan dana yang diberikan.
Pelaksanaan penyediaan dana kepada pihak terkait dan/atau penyediaan dana besar (large exposures) wajib berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko Bank wajib memiliki pedoman kebijakan dan prosedur tertulis tentang Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dan atau Penyediaan Dana besar (large exposures).
E.1. Penyediaan Dana Kepada Pihak Terkait
Bank dilarang memberikan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait yang bertentangan dengan prosedur umum Penyediaan Dana yang berlaku.
Bank dilarang memberikan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait tanpa persetujuan Dewan Komisaris Bank.
Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan mengenai:
   transaksi antara Bank dengan Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa;
   pemberian penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat  dipersamakan dengan itu dari setiap perusahaan yang berada dalam satu kelompok usaha dengan Bank kepada debitur yang telah memperoleh penyediaan dana dari Bank.
Laporan tersebut wajib disampaikan sesuai dengan jadwal dan batas waktu penyampaian  Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan.

E.2. Penyediaan Dana Besar
Bank dilarang membuat suatu perikatan atau perjanjian atau menetapkan persyaratan yang mewajibkan Bank untuk memberikan Penyediaan Dana yang akan mengakibatkan terjadinya Pelanggaran BMPK; dan memberikan Penyediaan Dana yang mengakibatkan Pelanggaran BMPK.
Penyediaan Dana ini mencakup bentuk perikatan atau perjanjian atau persyaratan yang ditetapkan untuk yang tercatat di neraca maupun rekening administratif.
F.    RENCANA STRATEGIS BANK
1.    Bank wajib menyusun rencana strategis dalam bentuk rencana korporasi (corporate plan) / rencana jangka panjang dan rencana bisnis (business plan) / rencana jangka pendek.
2.    Penyampaian rencana korporasi (corporate plan) dan perubahannya kepada Bank Indonesia berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Bank Umum.
3.    Penyusunan dan penyampaian rencana bisnis (business plan) berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Rencana Bisnis Bank Umum.
4.    Rencana korporasi /rencana jangka panjang Bank  merupakan cerminan dari visi Bank .

G.   ASPEK TRANSPARANSI KONDISI BANK
Dalam rangka pelaksanaan transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan, Bank wajib menyusun dan menyajikan laporan dengan tata cara, jenis dan cakupan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
Selain hal tersebut, bank wajib melaksanakan transparansi informasi mengenai produk dan penggunaan data nasabah Bank dengan berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
Namun demikian, dalam aktivitas transparansi dan pengungkapan (disclosure) kondisi Bank harus tetap memperhatikan dan mematuhi ketentuan tentang rahasia bank.
G.1. Transparansi Kondisi Keuangan dan Non-keuangan
Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan, Bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan dengan bentuk dan cakupan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
G.2. Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah
Bank wajib menerapkan transparansi informasi mengenai Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi Nasabah. Informasi mengenai karakteristik Produk Bank tersebut sekurang-kurangnya meliputi:
   Nama Produk Bank;
   Jenis Produk Bank;
   Manfaat dan risiko yang melekat pada Produk Bank;
   Persyaratan dan tata cara penggunaan Produk Bank;
   Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank;
   Perhitungan bunga atau bagi hasil dan margin keuntungan;
   Jangka waktu berlakunya Produk Bank; dan
   Penerbit (issuer/originator) Produk Bank;
Penggunaan Data Pribadi Nasabah
Bank wajib meminta persetujuan tertulis dari Nasabah dalam hal Bank akan memberikan dan atau menyebarluaskan Data Pribadi Nasabah kepada Pihak Lain untuk tujuan komersial, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Dalam permintaan persetujuan tersebut Bank wajib terlebih dahulu menjelaskan tujuan dan konsekuensi dari pemberian dan atau penyebarluasan Data Pribadi Nasabah kepada Pihak Lain.

H.  HUBUNGAN DENGAN STAKEHOLDERS
Bank memiliki sensitivitas untuk melakukan hubungan secara positif dengan financialmaupun non-financial stakeholders, termasuk dengan pegawai Perseroan, masyarakat setempat, kepentingan lingkungan hidup, regulator (Bank Indonesia, Bapepam, BEJ dan BES) dan pemerintah.
Pengaruh dari external stakeholders tidak boleh mengacaukan kegiatan operasi yang sudah direncanakan oleh Perseroan, sehingga diperlukan adanya penelitian yang cermat atas pengaruh positif dan negatif dari external stakeholders tersebut.

Komentar :
Penerapan GCG pada Perbankan ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja Bank dengan menerapkan GCG dalam segala kegiatan Bank sejalan dengan visi, misi, dan rencana strategi usaha yang telah ditetapkan Bank.

Penilaian Mandiri atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan (GCG) pada BUMN
Penerapan tata kelola yang baik (GCG) pada BUMN harus berpedoman pada Permen BUMN No Per-01/MBU/2011 tanggal 01 Agustus 2011 dengan tetap memperhatikan ketentuan dan norma yang berlaku, serta anggaran dasar BUMN. Pedoman GCG harus memuat:
  1. Manual Direksi dan Dewan Komisaris
  2. Manual Manajemen Risiko
  3. Sistem Pengendalian Intern
  4. Sistem Pengawasan Intern
  5. Mekanisme Pelaporan atas Dugaan Penyimpangan
  6. Tata Kelola Teknologi Informasi
  7. Pedoman Perilaku Etika
Menurut Pasal 44 (1) Permen BUMN 01/2011, BUMN wajib melakukan pengukuran atas kualitas penerapan GCG yang dilaksanakan berkala setiap 2 (dua) tahun dalam 2 bentuk yaitu 1) penilaian (assessment) atas  pelaksanaan GCG dan 2) evaluasi (review) atas tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan dari hasil penilaian sebelumnya. Pada prinsipnya yang melakukan evaluasi adalah BUMN itu sendiri (penilaian mandiri), sedangkan pelaksanaan penilaian dilakukan oleh penilai independen yang kompeten dan harus ditunjuk oleh Dewan Komisaris.
Dasar hukum penilaian mandiri atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan (GCG) pada BUMN adalah:
  1. Peraturan Menteri Negara BUMN No Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) pada BUMN Pasal 44 (1b), (5), (6), (7), dan (9)
  2. Keputusan Sekretaris Kementerian BUMN No SK-16/S.MBU/2012 tentang Indikator/ Parameter Penilaian dan Evaluasi atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) pada BUMN
Aktivitas dan tujuan penilaian/evaluasi  penerapan GCG:
  • Pengukuran kualitas penerapan GCG di BUMN dalam rangka pemberian skor atas penerapan GCG dan pemberian kategori kualitas penerapan GCG
  • Identifikasi kekuatan dan kelemahan, serta penyusunan rekomendasi perbaikan penerapan GCG di BUMN dalam rangka mengurangi kesenjangan pada kriteria GCG
  • Pemantauan konsistensi penerapan GCG di BUMN dalam rangka penyempurnaan dan pengembangan kebijakan tata kelola di lingkungan BUMN
Indikator/parameter penilaian dan evaluasi atas penerapan GCG pada BUMN dikelompokkan dalam 6 (enam) faktor yaitu:
  1. Komitmen terhadap penerapan GCG yang berkelanjutan (7%)
  2. Pemegang saham dan RUPS (9%)
  3. Dewan Komisaris (35%)
  4. Direksi (35%)
  5. Pengungkapan dan keterbukaan informasi (9%)
  6. Faktor lainnya (5%)
Berdasarkan penilaian atas penerapan GCG, berikut ini adalah kategori kualitas penerapan GCG di BUMN:
  • Sangat Baik         > 85
  • Baik                        75-85
  • Cukup Baik          60-75
  • Kurang Baik        50-60
  • Tidak Baik            >=50
Sumber :
·         http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=713:penerapan-good-corporate-governance-di-bank&catid=68:good-corporate-governance&Itemid=101
·         http://baddaysp.blogspot.com/2013/11/penerapan-gcg-good-corporate-governance.html
·         http://dianechristina.wordpress.com/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar