PART 2
Sudah seminggu gue dan Lova nggak saling kontak, bahkan ketemu di kampus pun nggak pernah. Hubungan kami udah bener-bener gantung dan nggak ada kejelasan. Tapi pagi ini dia telepon gue, ngajak gue ketemuan di cafe dekat rumah gue, gue setuju dan pergi kesana.
Lova sudah lebih dulu sampai, mungkin saat dia telepon gue, dia emang udah disana. Gue mendeketi Lova yang saat itu mengenakan kaos berkerah warna putih dan celana jeansnya,
“Hai,” sap ague saat menghampirinya.
Lova menoleh dan tersenyum,”Hai juga,”
Gue duduk di depannya, agar tetap bisa memandang wajahnya yang manis itu. “Ada apa Lov?”
“Hm, aku mau ngomongin tentang…”
“Tentang apa?” tanya gue.
“Tentang hubungan kita, Sid!” seru Lova. Gue tahu dia amat sangat ingin menangis, selalu begitu. “Apa kamu udah nggak sayang aku lagi, Sid?!”
“Aku sayang sama kamu, Lova. Aku masih sangat nggak ingin melepaskan kamu. Tapi aku nggak tahan dengan sikap kamu yang selalu mengatur aku.”
“A-aku minta maaf Sid,”
“Aku nggak butuh maaf kamu, Lova. Trus apa kamu masih sayang aku? Masih ingin nerusin hubungan kita?”
“Iya Sid.” ujar Lova.
“Kamu mau berubah buat aku?”
“Iya aku akan mencoba berubah untuk kamu, Sid. Aku nggak akan larang kamu pakai baju apa atau makan apa aja. Kamu bebas dalam semuanya. Maafin aku selama ini,” kata Lova menyesal.
“Yaudah aku udah maafin kamu, kok! Jadi kita lanjut nih bawel?”
Lova tersenyum dan gue sangat suka senyumannya. “Iya, kita lanjut terus!”
Akhirnya, Lova ngertiin gue juga. Ngerti kalo gue nggak suka pakai baju warna terang, ngerti kalo gue nggak suka pakai sepatu yang terlalu banyak motif aneh, atau ngerti dengan porsi makan gue. Gue harap dia terima gue apa adanya dan selamanya tanpa syarat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar